Laman

Sabtu, 20 November 2010

Perlakuan PHT Hama Thrips pavispinnus Karny Pada Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum Annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, Karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku industri, memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja serta sebagai sumber vitamin C. Luas tanaman dan produksi cabe di Irian Jaya pada tahun 1998 adalah 4.104 ha dengan produksi 8.565 ton/ ha.

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia. Cabai sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan sebagiannya untuk ekspor dalam bentuk kering, saus, tepung dan lainnya.

Sistem PHT merupakan bagian yang erat kaitannya dengan usaha produksi seperti penentuan varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang, pengairan dan teknik budidaya lainnya. Penerapan PHT merupakan metode pemberdayaan SDM petani agar dapat mewujudkan kemandirian dalam pengambilan keputusan dilahan usaha taninya.

Penerapan strategi pengendalian serangan OPT dilapangan masih menemui kendala diantaranya adalah dalam pengorganisasian kelompok tani, koordinasi pengendalian antar instansi terkait dan kemampuan sumberdaya manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia terutama petani dan petugas ditingkat lapangan dan petani.

Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabe. Menurut beberapa sumber, thrips yang menyerang cabe tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabe hanya salah satunya saja. Dengan panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim kemarau, namun tidak menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga terjadi serangan. Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Adanya noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Dalam beberapa waktu kemudian, noda tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain dia sebagai hama perusak namun juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) yang menyebabkan penyakit pada tanaman cabe. Untuk itu, bila kita mampu mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui sistem perlakuan PHT Hama Thrips parvispinus Karny pada Tanaman Cabai (Capsicum Annum L).

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti pra praktikal di Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Tim Penulis Agromedia (2007) mengklasifikasikan tanaman Cabai (Capsicum Annum L) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum Annum L.

Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabang – cabang ke samping membentuk akar serabut. Akar serabut cabai bisa menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm. Pada akar, terdapat rambut – rambuta akar yang merupakan perluasan dari sel – sel epidermis akar. Akar sebagai tempat masuknya mineral dari tanah menuju ke seluruh bagian tumbuhan.

Tanaman cabai berbentu semak, batangnya berkayu. Tipe percabanganya tegak dan menyebar dengan tajuk yang berbeda-beda tergantung pada varietasnya. Tinggi tanaman cabai mencapai 100-120 cm dengan lebar tajuk cabangnya bisa 100 cm. Batang tanaman pada saat muda berwarna kehijauan dengan ruas berwarna hijau dan mudah patah.

Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai berbentuk ovote, muncul di tunas-tunas samping yang tumbuh berurutan di batang utama. Daun cabai tersusun spiral umumnya berwarna hijau. Pada tangkai daun terdapat bagian yang menempel pada batang yang disebut tangkai daun. Bentuk daun lonjong sampai bulat dengan ujung meruncing.

Bunga cabai bersifat tunggal dan tumbuh di ujung ruas tunas. Mahkota berwarna putih atau ungu tergantung pada varietasnya. Alat kelamin jantan dan betina terletak di satu bunga, sehingga termasuk bunga sempura atau hermaprodit. Sebagian bunga cabai menyerbuk sendiri, tetapi mudah juga dilakukan persilangan.

Ukuran buah cabai beragam, dari pendek sampai panjang dengan ujung runcing atau tumpul. Bentuk buah umumnya bulat memanjan. Buah cabai memiliki rongga dengan jumlah berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Di dalam buahterdapat plasenta tempat biji melekat. Daging buah cabai umumnya renyah dan kadang-kadang lunak.

Biji cabai terletak di dalam biah, melekat sepanjang plasenta. Warnanya putih atau kuning jerami dan memiliki lapisan kulit keras di bagian luarnya. Bobot biji cabai yang telah kering rata-rata 120 butir/gr. Biji inilah yang digunakan sebagai benih untuk menghasilkan tanaman baru.

Syarat Tumbuh

Tanah

Pertumbuhan tanaman cabai akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai draenasi yang baik, tanah gembur, subur, dan permeabilitas sedang. Tanah yang baik bagi pertumbuhan harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah dan hara tambahan.

Tanaman cabai dapat tumbuh optimal pada tanah dengan pH 5,5 - 6,8. Namun, tanaman cabai masih toleran pada derajat keasaman hingga dengan pH 5 – 7. Bila pH lahan pertanaman itu rendah sehingga tidak sesuai dengan syarat tumbuh maka nilai pH-nya dapat ditingkatkan dengan melakukan pengapuran. Sebaliknya, bila pH lahan pertanaman itu tinggi, maka nilai pH-nya dapat diturunkan dengan meambahkan belerang pada tanah.

Cabai tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi sampai 1400 m dpl. Namun, di dataran tinggi pertumbuhannya lebih lambat dan umur panennya lebih lama dibadingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.

Iklim

Suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan cabai, dari saat pembibitan sampai saat produktif. Selama periode perkecambahan memerlukan suhu 20 – 24 oC. Di atas nilai itu, proses perkecambahan akan berlangsung lambat. Pada masa pertumbuhan memerlukan suhu 27 – 30 OC pada siang hari dan 18 – 25 oC pada malam hari.

Curah hujan tinggi tidak terlalu baik untuk cabai karena menyebabkan kerontokan bakal bunga serta membuat bunga dan buah tumbuh kecil. Selain itu, kelembaban yang tinggi akan merangsang perkembangan jamur yang berpotensi mengundang penyakit. Curah hujan yang cocok adalah sebesar 600 – 1250 mm dan tersebar merata disepanjang masa pertumbuhannya.

Cabai membutuhkan iklim kering dengan lama penyinaran 12 jam per hari, terutama pada masa pembungaan dan pembuahan. Untuk itu, sebaiknya cabai ditanam pada awal musim kemarau. Namun, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, karna harga jualnya melonjak, cabai dapat ditanam pada musim hujan.


Hama Gurem (Thrips parvispinus Karny)

Menurut http://anic.ento.csiro.au (2010) Hama Gurem atau Thrips dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Thysanoptera

Famili : Thripidae

Genus : Thrips

Spesies : Thrips parvispinus Karny

Thrips mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

1. Serangga dewasa berukuran kecil, panjang 0,8 mm – 0,9 mm, berwaran kuning cokelat kehitam – hitaman.

2. Hama ini berkembang biak secara tak kawin (partenogenesis)

3. Telur berbentuk oval atau seperti ginjal, diletakkan di dalam jaringan daun.

4. Nimfa beerwarna putih dan sangat aktif, terdiri atas dua instar, yang diikuti dengan periode pre pupa dan kemudian pupa.

5. Pupa dibentuk di dalam tanah, kemudian menjadi serangga dewasa.

6. Daur hidup berkisar antara 7 – 12 hari di dataran rendah, dan berkembang pesat populasinya pada musim kering (kemarau).

Thrips betina meletakkan telurnya secara tunggal di dalam jaringan tanaman inang. Setelah kira-kira tiga hari, telur menetas (sering terjadi pada pagi hari) dan muncul larva instar satu, satu hingga dua hari kemudian menjadi larva instar dua. Stadia ini berakhir antara 2-4 hari dan pada akhirnya larva ini tidak makan sama sekali. Larva yang tidak makan ini akan meninggalkan tanaman dan pergi bersembunyi ke dalam tanah sehingga muncul instar tiga (stadia prepupa), 1-2 hari kemudian menjadi instar keempat. Setelah 2-3 hari, larva tersebut muncul sayap dan kembali makan.

Bila kondisi menguntungkan dan makanan cukup tersedia, maka seekor trips betina mampu meletakkan telur 200–250 butir. Telur berukuran sangat kecil, biasanya diletakkan di jaringan muda daun, tangkai kuncup dan buah. Telur menetas menjadi nimfa 6–8 hari setelah diletakkan.

Nimfa trips instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna putih jernih
dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah, aktif bergerak memakan
jaringan tanaman. Sebelum memasuki instar kedua warnanya berubah menjadi kuning kehijauan, berukuran 0,4 mm, kemudian berganti kulit.

Pada instar kedua ini trips aktif bergerak mencari tempat yang terlindung,
biasanya dekat urat daun atau pada lekukan-lekukan di permukaan bawah daun. Trips
instar ke dua berwarna lebih kuning, panjang 0,9 mm dan aktifitas makannya
meningkat. Pada akhir instar ini, trips biasanya mencari tempat di tanah atau timbunan
jerami di bawah kanopi tanaman.

Pada stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan muncul 2
pasang sayap dan antena, aktifitas makan berangsur berhenti. Setelah dewasa, sayap
bertambah panjang sehingga melebihi panjang perutnya. Ukuran trips betina 0,7–0,9
mm, trips jantan lebih pendek.

Dalam satu tahun terdapat 8–12 generasi. Pada musim kemarau,
perkembangan telur sampai dewasa 13–15 hari dan stadium dewasa berkisar 15–20
hari. bila suhu di sekitar tanaman meningkat, maka trips akan berkembang sangat
cepat.

Gejala serangan yang ditimbulkan hama thrips adalah sebagai berikut :

1. Mula – mula daun muda yang terserang bernoda keperak – perakan secara tidak beraturan, akibat adanya luka bekas serangan thrips.

2. Selanjutnya, noda – noda keperak – perakan berubah menjadi cokelat tembaga.

3. Serangan berat dapat menyebabkan daun – daun mengeriting ke atas.


PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

Sistem PHT merupakan bagian yang erat kaitannya dengan usaha produksi seperti penentuan varietas, penggunaan benih unggul, penentuan waktu tanam, pemupukan berimbang, pengairan dan teknik budidaya lainnya. Penerapan PHT merupakan metode pemberdayaan SDM petani agar dapat mewujudkan kemandirian dalam pengambilan keputusan dilahan usaha taninya.

Penerapan strategi pengendalian serangan OPT dilapangan masih menemui kendala diantaranya adalah dalam pengorganisasian kelompok tani, koordinasi pengendalian antar instansi terkait dan kemampuan sumberdaya manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kemampuan sumber daya manusia terutama petani dan petugas ditingkat lapangan dan petani.

Memang dalam pengendalian OPT secara konsep PHT tidak langsung menampakkan hasil yang nyata tetapi memerlukan waktu yang relatif lama baru diketahui hasilnya. Tidak seperti halnya pada pengendalian hama secara kimiawi yang langsung dapat terlihat dampaknya terhadap jasad pengganggu.

Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertanian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat.

Dalam hal ini pengendalian hama thrips, dapat dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut :

1. Secara kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik (tepat).

2. Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae.

3. Memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning.

4. Monitoring hama untuk menentukan Ambang Kendali. Sebagai indikator, pada saat ditemukan 10 nimfa/ daun atau kerusakan tanaman mencapai 15 %, perlu dilakukan penyemprotan insektisida.

5. Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, pada waktu sore hari.


KESIMPULAN


1. Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia. Cabai sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan sebagiannya untuk ekspor dalam bentuk kering, saus, tepung dan lainnya.

2. Thrips betina meletakkan telurnya secara tunggal di dalam jaringan tanaman inang. Setelah kira-kira tiga hari, telur menetas (sering terjadi pada pagi hari) dan muncul larva instar satu, satu hingga dua hari kemudian menjadi larva instar dua. Stadia ini berakhir antara 2-4 hari dan pada akhirnya larva ini tidak makan sama sekali. Larva yang tidak makan ini akan meninggalkan tanaman dan pergi bersembunyi ke dalam tanah sehingga muncul instar tiga (stadia prepupa), 1-2 hari kemudian menjadi instar keempat. Setelah 2-3 hari, larva tersebut muncul sayap dan kembali makan.

3. Gejala serangan yang ditimbulkan hama thrips adalah sebagai berikut : (a) Mula – mula daun muda yang terserang bernoda keperak – perakan secara tidak beraturan, akibat adanya luka bekas serangan thrips. (b) Selanjutnya, noda – noda keperak – perakan berubah menjadi cokelat tembaga, dan (c) Serangan berat dapat menyebabkan daun – daun mengeriting ke atas.

4. Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertanian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat.

5. Memang dalam pengendalian OPT secara konsep PHT tidak langsung menampakkan hasil yang nyata tetapi memerlukan waktu yang relatif lama baru diketahui hasilnya. Tidak seperti halnya pada pengendalian hama secara kimiawi yang langsung dapat terlihat dampaknya terhadap jasad pengganggu.

TINJAUAN PUSTAKA

BPP. 2000. Panduan PHT kakao. Bagian Proyek PHT-PR/ IPM-SECP Pusat. Jakarta.


http://anic.ento.csiro.au/ diambil pada tanggal 20 Sept.2010.

http://www.scribd.com/ pada tanggal 20 Sept.2010.

Redaksi Agromedia. 2007. Budidaya Cabai Merah pada Musim Hujan. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta

Rukmana, R.H. 2004. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius. Jakarta

Sumarni, N dan Agus, M. 2008. Sukses Bertanam Cabai Di Musim Hujan dan Kemarau. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Yrama Widya. Bandung

MANFAAT PUPUK KOMPOS PADA TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seledri telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu di Eropa sebagai unsur pengobatan dan penyedap masakan. Plinius Tua telah menuliskannya sejak awal penanggalan modern. Linnaeus mendeskripsikannya pertama kali dalam edisi pertama Species Plantarum. Ia memasukkan seledri dalam suku Umbelliferae, yang sekarang dinamakan Apiaceae .

Seledri (Apium graveolens L.) berasal dari daerah subtropik Eropa dan Asia. Menurut ahli sejarah botani, daun seledri telah dimanfaatkan sebagai sayuran sejak tahun 1640, dan diakui sebagai tumbuhan berkhasiat obat secara ilmiah baru pada tahun 1942.

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemupukan dapat diartikan sebagai cara-cara atau metode serta usaha-usaha yang dilakukan dlam pemberian pupuk atau unsur hara ke tanah atau ke tanaman yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang normal.

Tumbuhan herbal bernama seledri ini berasal dari daerah subtrotip Eropa dan Asia. Nama ilmiahnya adalah Celery Apium gravoelens, Linn. Tumbuhan di dataran tinggi pada ketinggian di atas 900 m dari permukaan laut. Seledri mengandung vitamin A dan C, mineral, kalsium, fosfor, kalium, dan natrium. Daunnya mengandung polifenol, saponin, dan flavonoida. Setiap 100 g seledri mengandung 20 kalori.

Pemupukan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan produktivitas tanaman. Ketersediaan pupuk secara tepat dosis dan tepat waktu sering menjadi masalah bagi pekebun kelapa sawit. Dalam hal ini pemakaian pupuk majemuk merupakan salah satu alternatif untuk menjamin penyediaan seluruh hara secara tepat waktu dan seimbang di dalam tanah.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui penggunaan pupuk kompos terhadap tanaman seledri (Apium graveolens L).

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti pra praktikal test di Laboatorium Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Tim Penulis (2007) mengklasifikasikan tanaman seledri (Apium graveolens L) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Species : Apium graveolens L

Akar seledri berupa akar tunggang dengan warna putih kotor. Pada akar, terdapat rambut – rambut akar yang merupakan perluasan dari sel – sel epidermis akar. Akar sebagai tempat masuknya mineral dari tanah menuju ke seluruh bagian tumbuhan.

Seledri merupakan tanaman semak dengan tinggi sekitar 15 cm. Batangnya pendek tidak berkayu, bersegi, beralur, beruas, bercabang tegak dan berwarna hijau pucat.

Daunnya menjari tidak teratur serta berlekuk-lekuk dan majemuk menyirip ganjil dengan anak daun terdiri dari 3-7 helai serta mempunyai tangkai daun yang panjang. Pangkal dan ujung daun runcing, tepi daun beringgit dan panjang daun 2-7,5 cm dengan lebar 2-5 cm.

Bunga berupa bunga majemuk berbentuk payung dan berwarna hijau. Panjang tangkainya sekitar 2 cm. Mahkota berwarna putih atau ungu tergantung pada varietasnya. Sebagian bunga cabai menyerbuk sendiri, tetapi mudah juga dilakukan persilangan.

Buahnya berbentuk kotak atau kerucut dengan warna hijau kekuningan. Ukuran buah beragam, memiliki rongga dengan jumlah berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Di dalam buah terdapat plasenta tempat biji melekat.

Biji seledri terletak di dalam buah, melekat sepanjang plasenta. Warnanya putih atau kuning jerami dan memiliki lapisan kulit keras di bagian luarnya. Biji inilah yang digunakan sebagai benih untuk menghasilkan tanaman baru.

Syarat Tumbuh

Tanah

Pertumbuhan tanaman cabai akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai draenasi yang baik, tanah gembur, subur, dan permeabilitas sedang. Tanah yang baik bagi pertumbuhan harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah dan hara tambahan.

Persyaratan tanah yang ideal untuk tanaman seledri adalah harus subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara (aerasi), dan tata air (drainase) tanah baik, serta reaksi tanah (pH) antara 5,5-6,5 atau optimum pada pH 6,0-6,8.

Tanaman seledri sangat menyukai tanah-tanah yang menyukai garam natrium, kalsium, dan boron. Jika tanah kekurangan natrium maka pertumbuhan tanaman seledri akan merana (kerdil). Demikian juga jika tanah kekurangan unsur kalsium menyebabkan kuncup-kuncup daun seledri menjadi kering-kering, sedangkan kekurangan unsur boron mengakibatkan tangkai0tangkai daun seledri akan retakretak atau belah-belah.

Iklim

Seledri termasuk salah satu jenis sayuran daerah subtropis yang beriklim dingin. Perkecambahan benih seledri menghendaki keadaan temperatur minimum 90C dan maksimum 200 C. Sementara untuk pertumbuhan dan menghasilkan produksi yang tinggi menghendaki temperatur sekitar 150-180 C serta maksimum 240C.

Tanaman ini cocok dikembangkan di daerah yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1200 m dpl, udara sejuk dengna kelembaban antara 80 %-90 % serta cukup mendapat sinar matahari. Seledri kurang tahan terhadap air hujan yang tinggi. Oleh karena itu, penanaman seledri sebaiknya pada akhir musim hujan atau periode bulan-bulan tertentu yang keadaan curah hujannya berkisar antara 60-100 mm per bulan.

Seledri membutuhkan iklim kering dengan lama penyinaran 12 jam per hari, terutama pada masa pembungaan dan pembuahan. Untuk itu, sebaiknya seledri ditanam pada awal musim kemarau. Namun untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, karna harga jualnya melonjak, seledri dapat ditanam pada musim hujan.


MANFAAT KOMPOS PADA TANAMAN SELEDRI (Apium gravedens L.)

Kandungan Kompos

Kandungan hara yakni kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat pada kompos – kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

Kandungan bahan berbahaya dalam beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan – bahan berbahaya bagi mikroba. Logam – logam berat seperti Mg, Cu, Nicel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam – logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Bahan yang dapat dikomposkan yakni limbah organik rumah tangga, sampah – sampah organik pasar, limbah pertanian, limbah kelapa sawit dan sebagainya. Bahan organik yang sulit dikomposkan adalah tulang, tanduk dan rambut.

Cara Pembuatan Kompos

1. Pemilahan Sampah

Tahap ini dilakukan yaitu memisahkan organik dari sampah anorganik.

2. Pengecilan Ukuran

Tahap ini dilakukan untuk memperluas permukaan sampah sehingga mempermudah dekomposisi menjadi kompos.

3. Penyusunan Tumpukan

Bahan organik akan ditumpuk dan diberi terowongan bambu yang berfungsi mengalirkan udara.

4. Pembalikan

Dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara serta membantu penghancuran bahan.

5. Penyiraman

Perlunya penyiraman dapat dilakukan agar tumpukan tidak terlalu kering.

6. Pematangan

Pada saat tumpukan lapuk berwarna coklat tua, kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

7. Penyaringan

Dilakukan untuk memperoleh ukuran pertikel kompos sesuai kebutuhan.

8. Pengemasan dan Penyimpanan

Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung.


Manfaat Kompos

Aspek Ekonomi :

1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.

2) Mengurangi volume limbah.

3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Aspek Lingkungan :

1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.

2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.

Aspek Bagi Tanah/ Tanaman :

1) Meningkatkan kesuburan tanah.

2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.

3) Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.

4) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.

5) Menyiapkan hormon dan vitamin bagi tanaman.

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah; terhadap sifat kimia tanah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempegaruhi serapan hara oleh tanaman; terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S.


KESIMPULAN

1. Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

2. Kandungan hara dalam kompos yakni P dan K namun terdapat kandungan yang berbahaya yakni Mg, Cu, Zn, Nicel, dan Cr.

3. Cara pemuatan kompos yakni pemilahan sampah; pengecilan ukuran; penyusunan tumpukan; pembalikan; penyiraman; pematangan; penyaringan; pengemasan dan penyimpanan.

4. Manfaat dari kompos meliputi beberapa aspek yakni aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek bagi tanah/ tanaman.

5. Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah; terhadap sifat kimia tanah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempegaruhi serapan hara oleh tanaman; terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan dalam fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S.

Konservasi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (en)Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan.

Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah :

§ Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.

§ Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam

§ (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik.

§ Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan

§ Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.

Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi [sumber daya alam hayati] adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

Cagar alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwanya.

Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam

Manfaat konservasi akan tampak melebihi biayanya jika tindakan konservasi tersebut dilihat dalam perspektif jangka panjang. Jika hanya dilihat dalam satu periode produksi, maka konservasi akan menurunkan keuntungan karena manfaat yang ditimbulkan oleh konservasi sifatnya jangka panjang. Oleh sebab itu, adopsi konservasi lebih tepat disebut sebagai investasi perusahaan. Keengganan suatu usaha menerapkan konservasi karena perhitungan yang dilakukan adalah dalam jangka pendek, sehingga konservasi dipandang lebih sebagai beban daripada peluang untuk meningkatkan keuntungan.

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui konservasi lahan perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis).

Kegunaan Penulisan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti pra praktikal di Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


KONSERVASI LAHAN PERKEBUNAN

Konservasi Tanah dan Air

Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan dengan syarat – syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan keadaan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlakukan. Usaha – usaha konservasi tanah ditujukan untuk :

1. Mencegah kerukan tanah oleh erosi.

2. Memperbaiki tanah yang rusak.

3. Memelihara serta meningkatkan produkifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari.

Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian se-efisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada musi kemarau. Setiap perlakuan yang diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat – tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai tindakan konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air. Berdasarkan hubungan ini maka tanggung jawab sektor pertanian dalam masalah air ada dua hal yaitu :

1. Memelihara jumlah, waktu aliran dan kualitas air sejauh mungkin melalui cara pengelolaan dan penggunaan tanah yang baik.

2. Memaksimumkan manfaat air melalui penerapan cara – cara yang efisien.

Banyak cara konservasi tanah dan air yang tergolong ke dalam pengendalian erosi secara sipil teknis, tetapi yang sering dilakukan oleh petani hanya beberapa saja, yaitu teras gulud dan teras bangku. Sedangkan Beberapa teknik konservasi tanah dan air yang mampu mengendalikan erosi dapat ditempuh melalui cara vegetatif seperti pertanaman lorong (alley cropping), silvipastura, dan pemberian mulsa.

Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah-tanah di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada sistem konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.

Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan atau penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi.

Pembagian Tata Ruang

Berdasarkan data curah hujan, wilayah setiap pulau besar di Indonesia ini dapat dibagi menjadi empat zona yang masing – masing mempunyai pola dan jumlah curah hujan yanng berbeda. Zona I mempunyai curah hujan yanng terbesar 3000 – 3500 mm/tahun dan terdapat pada daerah hulu sungai yang merupakan vegetasi hutan tropis basah dengan pegunungan yang mempunyai kemiringan lerengnnya antara 15 – 50 % bahkan lebih. Zona II memmpunyai jumlah curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun dan terletak pada daerah pertengahan antara dataran dengan pegunungan dengan kemiringan lereng antara 10 -30 % didominasi dengan vegetasi hutan dan sebagian telah telah ada yang beralih fungsi menjadi perkebunan. Zona III mempunyai jumlah curah hujan 1500 – 2000 mm/ Tahun dan terletak pada daerah antara dataran rendah dan areal bergelombang dengan kemiringan lereng antara 0 – 10 % didominasi dengan vegetasi perkebunan, perladangan dan persawahan. Zona IV mempunyai jumlah curah hujan 1000 – 1500 % dan terletak pada daerah rendahan sampai pesisir pantai dengan kemiringan 0 – 10 % didominasi dengan vegetasi perkebunan, perladangan, persawahan dan mangrove.

Potensi Kerusakan Tanah

Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap eroasi yang berbeda – beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat – sifat fisik dan kimia tanah. Sifat – sifat erosi yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah :

1. Sifat – sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air.

2. Sifat – sifat tanah yang memmpengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Adapun sifat – sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur tanah, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah.

Erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah dan dapat menguah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab dari degradasi tanah. Disamping dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi dapat merusak tanaman yang pada akhirnya mengurangi produktivitas. Dampak erosi tanah terhadapa produktivitas terlihat cukup besar antar tempat dan waktu. Erosi tanah menyebabkan hilangnya pendapatan petani dan akan menyebabkan bertambabh tingginya resiko yang akan dialami petani khususnya petani marjinal.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi adalah memanipulasi faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, dan vegetasi. Faktor erosivitas (jumlah dan curah hujan) tidak dapat diubah. Pembuatan teras merupakan upaya menurunkan tingkat kemiringan lereng sehingga aliran permukaan dapat dikurangi dan erosi dapat ditekan. Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kemantapan struktur tanah sehingga tanah lebih tahan terhadap kerusakan akibat pukulan air hujan. Dengan demikian pupuk kandang merupakan faktor yang mampu menurunkan erodibilitas tanah. Beberapa jenis tanaman juga dapat bertindak sebagai penghalang jatuhnya air hujan ke tanah dan jenis tanaman lainnya mampu memperbaiki kemantapan strutur tanah.

Tingkat Kesuburan Tanah

Perbaikan kesuburan tanah akan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik akan memperbaiki penutupan tanah yang lebih baik, dan lebih banyak sisa tanaman yang kembali ke tanah setelah panen. Secara umum, jumlah bahan organik berupa sistem perakaran sebanding dengan pertumbuhan bagian di atas tanah. Artinya semakin baik pertumbuhan perakaran tanaman maka semakin baik pula pertumbuhan tajuk tanaman dan produksi sisa – sisa tanaman ke permukaan tanah. Kemampuan kelapa sawit berkembang pada tanah sangat tergantung pada umur tanaman, karena semakin bertambah umur perkembangan akar pun semakin luas. Di samping itu tergantung juga dangan subur tidaknya tanaman kelapa sawit, tanaman yang tumbuh subur maka kemampuan akarnya tumbuh dan berkembang makin baik.

Tindakan konservasi tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan bahan organik serta unsur hara tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan tumbuhan adalah sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara C, N, P, S, dan juga unsur mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan kapasitas tukar kation (KTK), dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang mengandung bahan organik di atas 2 %. Walau jumlahnya tidak besar tapi memegang peranan dalam menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) adalah tanah-tanah lapisan atas (topsoil). Oleh karena itu, lapisan tanah bagian atas perlu dipertahankan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah bagian atas.

Hilangnya bahan organik (C), unsur hara (N dan P) tanah dapat diketahui dari besarnya erosi yang terjadi karena unsur C, hara N dan P terkandung dalam tanah. Hilangnya unsur C, hara N dan P ini akan semakin tinggi apabila tanah yang tererosi juga semakin tinggi. Semakin tinggi unsur C, hara N dan P yang hilang semakin banyak pula pupuk yang diperlukan untuk mengganti kehilangan tersebut.

Pertimbangan penggolongan kelas kemampuan lahan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan kondisi fisik lahan :

1. Lahan Kelas I

Beriklim baik, tingkat kesuburan tanah baik (andosol, latosol) dan memiliki topografi yang baik pula (datar dan berombak).

2. Lahan Kelas II

a) Beriklim sedang, tingkat kesuburan tanah sedang (hidromorfik, podsolik, alluvial, regosol) dan topografi sedang.

b) Beriklim baik dan jarang dijumpai defisit air, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi kurang baik (berukit).

c) Beriklim kurang baik dan selalu dijumpai defisit air dalam batas yang diperkenankan (150 – 250 mm), tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi baik (datar dan berombak).

3. Lahan Kelas III

a) Beriklim kurang baik, tingkat kesuburan tanah dan topografi juga kurang baik (berbukit).

b) Beriklim sedang, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi tidak baik (curam).

c) Beriklim tidak aik, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi sedang (bergelombang)

4. Lahan Kelas IV

Beriklim tidak baik dan tingkat kesuburan tanah serta topografi juga tidak baik (curam).


KESIMPULAN

1. Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi (sumber daya alam hayati) adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

2. Manfaat konservasi akan tampak melebihi biayanya jika tindakan konservasi tersebut dilihat dalam perspektif jangka panjang. Jika hanya dilihat dalam satu periode produksi, maka konservasi akan menurunkan keuntungan karena manfaat yang ditimbulkan oleh konservasi sifatnya jangka panjang. Oleh sebab itu, adopsi konservasi lebih tepat disebut sebagai investasi perusahaan. Keengganan suatu usaha menerapkan konservasi karena perhitungan yang dilakukan adalah dalam jangka pendek, sehingga konservasi dipandang lebih sebagai beban daripada peluang untuk meningkatkan keuntungan.

3. Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.

4. Berdasarkan data curah hujan, wilayah setiap pulau besar di Indonesia ini dapat dibagi menjadi empat zona yang masing – masing mempunyai pola dan jumlah curah hujan yanng berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/download/jukniskta.pdf

http://books.google.co.id/

http://dionuntuktanah.wordpress.com/2009/06/01/penanggulangan-erosi-melalui-teknik-konservasi-tanah-dan-air/

http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi

http://jma.mb.ipb.ac.id/uploads/doc/29June2010_Ratna_Katharina_4.doc

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17749/5/Chapter%20I.pdf